مَنْ
أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Benarkah
hadits ini bermakna “ Barangsiapa yang berbuat hal baru yang tidak ada
perintahnya, maka ia tertolak “
Ditinjau
dari sisi ilmu lughoh :
-
I’rab nahwunya :
من :
adalaha isim syart wa jazm mabniyyun ‘alas sukun fi mahalli rof’in mubtada’ wa
khobaruhu aljumlatus syartiyyah ba’dahu.
احدث
: Fi’il madhi mabniyyun ‘alal fathah fii mahalli jazmin fi’lu syarth wal fa’il
mustatir jawazan taqdiruhu huwa.
في :
Harfu jar
امرنا
: majrurun bi fii wa lamatu jarrihi alkasrah, wa naa dhomirun muttashil
mabnyyyun ‘alas sukun fii mahlli jarring mudhoofun ilaihi
هذا
: isim isyarah mabniyyun alas sukun fi mahalli jarrin sifatun liamrin
ما :
isim mabniy fii mahhli nashbin maf’ul bih
ليس
: Fi’il madhi naqish yarfa’ul isma wa yanshbul khobar, wa ismuha dhomir
mustatir jawazan taqdiruhu huwa
منه
: min harfu jarrin wa hu dhomir muttashil mabniyyun alad dhommi wahuwa
littab’iidh
فهو
: al-faa jawab syart. Huwa dhomir muttashil mabniyyun alal fathah fi mahalli
rof’in mubtada
رد :
khobar mubtada marfuu’un wa alamatu rof’ihi dhommatun dzhoohirotun fi
aakhirihi. Wa umlatul mubtada wa khobaruhu fi mahalli jazmin jawabus syarth.
Dari
uraian sisi nahwunya maka bermakna :” Barangsiapa yang melakukan perkara baru
dalam urusan kami yaitu urusan syare’at kami yang bukan termasuk darinya, tidak
sesuai dengan al-Quran dan hadits, maka perkara baru itu ditolak “
Makna
tsb sesuai dengan statement imam Syafi’i yang sudah masyhur :
ما أُحدِثَ
وخالف كتاباً أو سنة أو إجماعاً أو أثراً فهو البدعة الضالة، وما أُحْدِثَ من الخير
ولم يخالف شيئاَ من ذلك فهو البدعة المحمودة
“
Perkara baru yang menyalahi al-Quran, sunnah, ijma’ atau atsan maka itu adalah
bid’ah dholalah / sesat. Dan perkara baru yang baik yang tidak menyalahi dari
itu semua adalah bid’ah mahmudah / baik “
-
Istidlal ayatnya (Pengambilan dalil dari Qurannya) :
وَجَعَلْنَا
فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا
مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ
“Dan
Kami (Allah) jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya (Nabi ‘Isa) rasa
santun dan kasih sayang, dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah, padahal Kami
tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang
mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah” (Q.S. al-Hadid: 27)
-
Istidlal haditsnya (pengambilan dalil dari haditsnya) :
مَنْ
سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا
بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ
سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ
مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barang
siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka
baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang
melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala
mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya
dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya
(mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”.
(HR. Muslim)
-
Balaghoh :
Dalam
hadits tsb memiliki manthuq dan mafhumnya :
Manthuqnya
“ Siapa saja yang melakukan hal baru yang tidak bersumber dari syareat, maka
dia tertolak “, misalnya sholat dengan bhsa Indonesia, mengingkari taqdir,
mengakfir-kafirkan orang, bertafakkur dengan memandang wajah wanita cantik dll.
Mafhumnya
: “ Siapa saja yang melakukan hal baru yang bersumber dari syareat, maka itu
diterima “ Contohnya sangat banhyak skali sprti pembukuan Al-Quran. Pentitikan
al-Quran, mauled, tahlilan, khol, sholat gtrawikh berjama’ah dll.
Berangkat
dari pemahaman ini, sahabt Umar berkata saat mengkumpulkan orang-orang ungtuk
melakukan sholat terawikh berjama’ah :
نعمت
البدعة هذه “ Inilah sebaik-baik bid’ah “
Dan
juga berkata sahabat Abu Hurairah Ra :
فَكَانَ
خُبَيْبٌ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الصَّلاَةَ عِنْدَ الْقَتْلِ (رواه البخاريّ)
“Khubaib
adalah orang yang pertama kali merintis shalat ketika akan dibunuh”.
(HR.
al-Bukhari dalam kitab al-Maghazi, Ibn Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf)ز
Jika
semua perkara baru itu buruk, maka sahabat2 tsb tidak akan berkata demikian.
Nah
sekarang kita cermati makna hadits di atas dari wahhabi salafi :
مَنْ
أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Hadits
ini mereka artikan :
Pertama
: “ Barangsiapa yang berbuat hal baru dalam agama, maka ia tertolak “
Jika
mreka mngartikan demikian, maka mereka sengaja membuang kalimat MAA LAITSA
MINHU-nya (Yang bersumber darinya). Maka haditsnya menjadi : مَنْ أَحْدَثَ فِيْ
أَمْرِنَا هذَا ُ فَهُوَ رَدٌّ
Kedua
: “ Barangsiapa yang berbuat hal baru yang tidak ada perintahnya, maka ia
tertolak “
Jika
merka mngartikan seperti itu, berarti merka dengan sengaja telah merubah makna
hadits MAA LAITSA MINHU-nya MENJADI MAA LAITSA MA-MUURAN BIHI (Yang tidak ada
perintahnya). Maka haditsnya menjadi : مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا ليَْسَ
مَأمُوْراً بهِ فَهُوَ رَدٌّ
Sungguh
ini sebuah distorsi dalam makna hadits dan sebuah pengelabuan pada umat muslim.
Jika
mereka menentang dan berdalih : “ Bukankah Rasul Saw telah memuthlakkan bahwa
semua bid’ah adalah sesat, ini dalilnya :
وَإِيَّاكُمْ
وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
(رواه أبو داود
Maka
kita jawab : Hadits tsb adalah ‘Aam Makhsus (lafadznya umum namun dibatasi) dgn
bukti banyak dalil yang menjelaskannya sprti hadits 2 sahabat di atas. Maksud
hadits tsb adalah setiap perkara baru yang brtentangan dgn al-quran dan hadits.
Perhatikan
hadits riwayat imam Bukhori berikut :
أشار
سيدنا عمر ابن الخطاب رضي الله عنه على سيدنا أبو بكر الصديق رضي الله عنه بجمع القرآن
في صحف حين كثر القتل بين الصحابة في وقعة اليمامة فتوقف أبو بكر وقال:" كيف نفعل
شيئا لم يفعله رسول الله صلى الله عليه وسلم؟"
فقال
له عمر:" هو والله خير." فلم يزل عمر يراجعه حتى شرح الله صدره له وبعث إلى
زيد ابن ثابت رضي الله عنه فكلفه بتتبع القرآن وجمعه قال زيد:" فوالله لو كلفوني
نقل جبل من الجبال ما كان أثقل علي مما كلفني به من جمع القرآن." قال زيد:"
كيف تفعلون شيئا لم يفعله رسول الله صلى الله عليه وسلم." قال:" هو والله
خير" فلم يزل أبو بكر يراجعني حتى شرح الله صدري للذي شرح له صدر أبي بكر وعمر
رضي الله عنهما .
“
Umar bin Khothtob member isayarat kpd Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk mengumpulkan
Al-Quran dalam satu mushaf ktika melihat banyak sahabat penghafal quran telah
gugur dalam perang yamamah. Tapi Abu Bakar diam dan berkata “ Bagaimana aku
melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasul Saw ?” MaKA Umar menjawab “
Demi Allah itu suatu hal yang baik “. Beliau selalu mengulangi hal itu hingga Allah
melapangkan dadanya. Kmudian Abu bakar memrintahkan Zaid bin Tsabit untuk
mengumpulkan Al-Quran, maka Zaid berkata “ Demi Allah aku telah terbebani untuk
memindah gunjung ke satu gunung lainnya, bagaimana aku melakukan suatu hal yang
Rasul Saw tdiak melakukannya ?” maka Abu bakar mnjawab “ Demi Allah itu suatu
hal yang baik “. Abu bakar trus mngulangi hal itu hingga Allah melapangkan
dadaku sbgaimana Allah telah melapangkan dada Umar dan Abu Bakar “.
Coba
perhatikan ucapan Umar dan Abu Bakar “ Demi Allah ini suatu hal yang baik “,
ini menunjukkan bahwasanya Nabi Saw tidak melakukan semua hal yang baik,
sehingga merka mngatakan Rasul Saw tidak pernah melakukannya, namun bukan
berarti itu buruk.
Jika
merka mengatakan sahabat Abdullah bin Umar telah berkata :
كل بدعة
ضلالة وإن رآها الناس حسنة
“
Setiap bid’ah itu sesat walaupun orang-orang menganggapnya baik “.
Maka
kita jawab :
Itu
memang benar, maksudnya adalah segala bid’ah tercela itu sesat walaupun
orang-orang menganggapnya baik. Contohnhya bertaqarrub pd Allah dengan
mndengarkan lagu dangdutan..
Jika
sahabat Abdullah bin Umar memuthlakkan bahwa semua bid’ah itu sesat tanpa trkecuali
walaupun orang2 mengangaapnya baik, lalu kenapa juga beliau pernah berkata :
بدعة
ونعمت البدعة “ Itu bid’ah dan sebaik-baik bid’ah “
Saat
beliau ditanya tentang sholat dhuha. Lebih lengkapnya :
عن الأعرج
قال : سألت ابن عمر عن صلاة الضحى فقال:" بدعة ونعمت البدعة
“
Dari A’raj berkata “ Aku bertanya kepada Ibnu Umar tentang sholat dhuha, maka
beliau menjawab “ Itu bid’ah dan sebaik-baik bid’ah “.
Apakah
pantas seorang sahabat sprti Abdullah bin Umar tidak konsisten dalam ucapannya
alias pllin-plan ?? sungguh sangat jauh dr hal itu.
KESIMPULAN
:
-
Cara membedakan bid’ah dholalah dan bid’ah hasanah adalah :
والتمييز
بين الحسنة والسيئة بموافقة أصول الشرع وعدمها
“
Dengan sesuai atau tidaknya dengan pokok-pokok syare’at “.
-
Orang yang mengartikan hadits :
مَنْ
أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Dengan
: “ Bar angsiapa yang melakuakn hal baru maka itu tertolak “ atau “ Brangsiapa
yang melakukan hal baru tanpa ada perintahnya maka ia tertolak “.
Orang
yang mengartikan seperti itu, berarti ia telah berbuat bid’ah dholalah / sesat,
akrena tidak ada dasarnya sama sekali baik dari Al-Quran, hadits maupun
atsarnya..Dan telah sengaja merubah makna hadits Nabi Saw tersebut..dan kita
tahu apa sangksi bagi orang yang telah berdusta atas nama Nabi Saw..Naudzu
billahi min dzaalik..
Semoga
bermanfaat bagi yang ingin mencari kebenaran dan bagi yang ingin mencari
pembenaran silakan bantah dengan ilmu…
Mantab.
ReplyDeleteSelamat berjuang menghadapi wahabi.
nice posting...
ReplyDeletememang bodoh no orang
ReplyDelete